Selamat datang distus resmi IMAM KHATIB CENTER

Mari sebarkan Walaupun hanya satu ayat Pemuda muslim berani hijrah IKC wadah bagi setiap pemudah yang ingin berhijrah

Kamis, 25 Mei 2017

KITAB NIKAH PERWALIAN

  • Mei 25, 2017
  • by



Para wali yang menghalangi perwaliannya
                Mereka sepakat bahwa wali tidak berhak menghalangi perwaliannya jika wanita yang dia walikan telah mendapatkan suami yang sebanding dengannya dan dengan mahar yang sebanding pula. Dan dia mengajukan urusannya kepada penguasa, lalu penguasa menikahkannya, selain bapak. Mengenai masalah bapak ini, di dalam mazhab manlike terjadi perselisihan pendapat. Setelah mereka sepakat tentang masalah diatas, mereka juga berpendapat tentang apa itu kafaah yang diakui dalam masalah itu dan apakah mahar yang sebanding itu termasuk kafaah atau bukan?
Izin didalam nikah ada 2 cara, yaitu:
1.       Terjadi pada hak laki-laki
2.       Janda dari para wanita dengan lafazh (bicara langsung),
Dan pada hak para gadis yang dimintai izin terjadi dengan diamnya lafazh. Tidak ada perbedaan pendapat pada kesemuanya ini kecuali yang diriwayatkan dari para pengikut madzhab syafii yang mengatakan bahwa izin seorang gadis ialah dengan ucapan jika orang yang menikahinya bukan bapak atau kakeknya. Hanya saja jumhur berpendapat bahwa izinnya dengan diam berdasarkan dalil dari sabda Rasulullah SAW,

 “janda itu lebih berhak atas dirinya dari pada walinya, sedangkan gadis dimintai pendapat mengenai dirinya dan izinya adalah diamnya”.

Ulama sepakat mengenai sahnya nikah dengan lafazh nikah dari orang yang izinya dengan lafazh tazwij (mengawinkan). Para ulama berbeda pendapat mengenai sahnya nikah dengan lafal hibah (menyerahkan), menjual atau dengan lafazh sedekah:
Perbedaan pendapat
1.       Sebagian ulama membolehkan dan inilah pendapat Malik dan Abu Hanifah.
2.       Syafii berpendapat tidak sah kecuali dengan lafazh nikah atau mengawinkan.
Sebab perbedaan pendapat
1.       Apakah akad nikah itu adalah akad yang diakui dengan adanya lafazh kusus bersamaan dengan niat?, atau lafadz tersebut bukan termasuk sahnya?, maka ulama yang menyamakanny dengan akad akad ini yang diperlukan adanya dua perkara itu, mereka mengatakan, tidak ada nikah yang sah kecuali dengan lafadz nikah atau tazwij (mengawinkan).
2.       Adapun ulama yanga berpendapat bahwa lafadz tersebut bukan termasuk syarat akad nikah, mereka membolehkan nikah dengan lafazh apa saja yang disepakati, jika dipahami sebagai makna syar’I dari hal itu (maksudnya, jika ada kesamaan diantara lafadz tersebut dan makna syar’i).

Pembahasan Kedua: apakah selain bapak boleh menikahkan anak perempuan yang masih kecil
1.       Syafi’I berpendapat hanya seorang kakek (yaitu bapaknya bapak) dan bapaknya saja yang boleh menikahnkanya
2.       Malik : tidak boleh menikahkan kecuali bapaknya saja atau orang yang diserahi tugas oleh bapaknya untuk melakukan hal itu, jika telah menentukan suami, kecuali jika anak perempuannya itu dikhawatirkan sia-sia dan terjadi kerusakan.
3.       Abu hanifah : anak perempuan yang masih kecil itu boleh dinikahkan oleh semua orang yang memiliki kekuasaan atas dirinya, seperti bapak, kerabat dan lainnya dan anak perempuan kecil itu boleh memilih, jika sudah dewas.
Sebab perbedaan pendapat
Adanya kontradiksi keumuman dalil dengan qiyas. Yaitu sabda nabi Muhammad SAW:
“ada seorang gadis dimintai pendapat, dan izinnya adalah diamnya”
Menunjukkan keumuman pada setiap gadis, kecuali gadis yang memiliki bapak yang dikhususkan oleh ijma’. Dan pendapat yang berbeda sebagaimana yang kami utarakan. Dan keberadaan semua wali adalah jelas karena pengawasan dan kemaslahatan terhadap yang dibawah kekuasaannya, mengharuskan mereka disamakan dengan bapak dalam makna ini. Diantara mereka ada yang menyamakan semua wali dangannya dan diantara mereka yaitu syafi’i, menyamakan kakek saja dengannya, karena dia sama dengan bapak, dan dia sebagai bapak yang lebih tinggi. Dan ada yang membatasi hal itu hanya pada bapak, dengan melihat bahwa bapak memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain.
                Kemungkinan dari segi syara membatasi hal itu dengan kemungkinan dari segi “bahwa sesuatu yang terdapat pada dirinya seperti kelembutan dan kasih saying, tidak terdapat dalam hal lain”, inilah pendapat yang diyakini oleh Malik dan pendapatnya jelas, - wallahu a’lam – kecuali jika keadaan memaksa.
                Para ulama madzhab hanafiah berhujjah mengenai bolehnya selain bapak menikahkan anak-anak kecil , firman Allah SWT:
“dan jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim, maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi” (QS Annisa : 3)
Arti yang terkandung di dalam ayat tersebut menurut ulama madzhab hanafiah:
1.       Mereka berkata “dan anak yatim hanya diartikan pada selain anak belum dewasa”.
2.       Kelompok kedua berkata “ bahwa yatim itu kadang diartikan pada anak perempuan yang sudah dewasa” dengan dalil sabda nabi SAW, “gadis yatim itu diminta pendapatnya” dan gadis yang dimintai pendapat yaitu yang dimintai izin, yaitu gadis yang sudah dewasa. Dari perbedaan mereka ini timbullah kata sebab “yatim” itu adalah “isyarak” (memiliki arti yang banyak).
3.       Ulama yang tidak membolehkan selain bapak untuk menikahkannya, berhujjah dengan sabda Nabi “gadis yatim dimintai pendapat tentang dirinya”. Mereka berkata “anak kecil perempuan tidak termasuk orang yang bias dimintai pendapat berdasarkan kesepakatan, maka wajib untuk dicegah”. Dan mereka juga bias mengatakan bahwa ini adalah hokum gadis yatim yang tidak termasuk orang yang dimintai pendapat. Adapun anak kecil itu tidak dijelaskan hukumnya oleh syara’.

Imam Khatib Center merupakan platform markas dakwah anak muda yang fokus kepada pembentukan kader dakwah yang bermanhajkan Ahlul Sunnah Wal Jamaah.

0 komentar:

Posting Komentar

ImamKhatibCenter
085728777587
Surakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE