KITAB NIKAH : Hukum Nikah dan Pinangan
- Mei 21, 2017
- by
Hukum
nikah
1. Sunnah, menurut jumhur ulama
2. Wajib, menurut ahli zhahir
3. Mubah, menurut ulama mutaakhirin
Maliki : nikah itu untuk sebagian
orang hukumnya wajib, untuk sebagian orang hukumnya sunnah dan untuk sebagian yang
lain adalah mubah.
Sebab
perbedaan pendapat
1. Firman Allah SWT dalam surat
An-Nisaa’ ayat 3
وَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا
تُقۡسِطُواْ فِي ٱلۡيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ
مَثۡنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تَعۡدِلُواْ فَوَٰحِدَةً
أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُواْ ٣
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya”
2.
Sabda Rasulullah SAW :
“saling
menikahlah kalian, sesungguhnya aku bangga dengan jumlah kalian yang banyak
dihadapan umat-umat lain”.
3.
Adapun ulama yang mengatakan bahwa nikah itu
untuk sebagian orang hukumnya wajib, dan sebagian lainnya sunnah dan untuk
sebagian lainnya mubah,
Asalan
: mereka melihat kepada kemaslahatan. Dan ini termasuk jenis qiyas yang di
sebut mursal, yaitu qiyas yang tidak memiliki asal tertentu yang dijadikan
sandaran.
Pinangan
Pembahasan penting : bagaimana
meminang wanita yang sudah dipinang oleh orang lain
Rasulullah
bersabda: tidak boleh salah seorang dari kalian meminang wanita yang sudah
dipinang oleh saudaranya (HR. Bukhari dan Muslim).
Para
ulama berbeda pendapat, apakah hal itu menunjukkan sahnya sesuatu yang yang
dilarang atau tidak. Pendapatnya antara lain:
1.
Daud
berpendapat dibatalkan
2.
Syafii
dan abu hanifah (mengambil dari pendapat maliki): tidak dibatalkan.
3.
Dibatakan
sebelum digauli dan tidak dibatalkan setelah digauli.
Ibnu Al Qasim berkata : maka larangan
itu hanya berlaku jika seorang laki-laki yang salih meminang wanita yang sudah
dipinang oleh laki-laki yang juga shalih. Adapun jika yang pertama tidak shalih
dan yang kedua shalih, maka dibolehkan.
Contoh kasus:
Dalam kasus Fatimah binti Qais,
“ketika dia datang menemui Nabi SAW, lalu melaporkan kepada beliau bahwa Abu
Jahm bin Hudzaifah dan Muawiyah bin Abu Sufyan meminangnya, maka beliau
bersabda:
“Adapun Abu Jahm, dia
adalah seorang yang tidak pernah mengangkat tongkatnya dari para wanita
(maksudnya berbuat kasar), sedangkan Muawwiyah, dia adalah orang miskin yang
tidak memiliki harta, tapi nikahlah kamu dengan Usamah”.(HR. Muslim)
Melihat wanita yang dipinang
1.
Malik membolehkan hal itu dengan melihat kepada
wajah dan kedua telapak tangan saja.
2.
Sebagian ulama lainnya membolehkannya dengan
melihat seluruh badan kecuali kedua kemaluannya.
3.
Sekelompok ulama melarang hal itu secara
mutlak.
4.
Sedangkan Abu Hanifah memperbolehkan melihat
kedua kaki, wajah dan kedua telapak tangan.
Sebab perbedaan pendapat
Adanya perintah untuk untuk
melihat para wanita secara mutlak, dan juga larangan secara mutlak, serta
dengan dibatasi (maksudnya, hanya dengan melihat wajah dan kedua telapak
tangan) berdasarkan penafsiran kebanyakan para ulama berpegang pada firman
Allah SWT dalam surat An-nur Ayat 31:
وَلَا يُبۡدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ………… ٣١
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya……..”
Yaitu
wajah dan telapak tangan, serta qiyas terhadap bolehnya membuka keduanya ketika
ibadah haji menurut kebanyakan ulama. Sedangkan ulama yeng melarang hal itu,
berpegang pada asal, yaitu larangan melihat para wanita.
0 komentar:
Posting Komentar